Sepenggal Kisah Seorang Profesor Telo


Profesor Suhardi yang sekarang menjadi Pimpinan Partai Gerindra itu sangat menggagumkan. Mutiara yang bersinar, kesejukan, ketulusan berpancar dalam setiap kehadirannya. Setidaknya itu yang saya rasakan setiap aku bertemu dengan beliau. 


Beberapa tahun yang lalu, saya kenal dengan beliau. Saya mau menceritakan sedikit pengalaman selama bersama beliau, sekalipun itu singkat, namun penuh kesan. Ibarat sebuah tindakan, maka itu adalah tato, sebentar tapi membekas. Sekali lagi itulah yang saya rasakan, membekas dalam ingatan.
 

Profesor Suhardi di mata mahasiswa biasa dipanggil Profesor Telo (ketela). Bukan karena ilmunya yang “rendahan” sehingga label “telo”. Akan tetapi karena bertahun-tahun dia mengkampanyekan makanan lokal Indonesia. Dan telo selalu menjadi andalannya. Ini terkait dengan risetnya, bahwa dibandingkan beras, kadar kalsium telo jauh lebih tinggi. 

Orang-orang Gunung Kidul yang suka makan telo, umurnya lebih panjang dari orang Jawa lainnya. Orang-orang dulu selalu menyempatkan makan telo, uwi, gembili saat sore hari: lihatlah punggung mereka kekar. Kisah Mbok Darmi yang menggendong beras ke pasar dari bantul ke Pasar Beringharjo, menjadi ilustrasi yang menarik. 


Profesor Suhardi bukan cuma paham soal makanan. Dia paham juga soal sistem ekonomi, tak henti-hentinya dia mengeluarkan kritik pedasnya pada sistem neo-liberalisme yang sangat “jahat” bagi petani-petani, bagi makanan lokal bahkan bagi gizi seseorang dan seterusnya. 


Urusan pangan, Indonesia selama ini didominasi oleh kelompok tertentu yang hanya menginginkan keutungan. Wilayah yang tadinya tidak makan beras, telah digiring untuk makan beras, demi satu tujuan: keuntungan. Orang Papua yang notabenenya makan sagu, kini tergantung dengan beras. Begitu pula dengan orang Gunung Kidul, Pacitan dan seterusnya. Padahal ada banyak jenis sumber karbohidrat lain yang justru mempunyai nilai kalsium tinggi. Inilah yang disebut “homogenisasi makanan”. Yang belakangan ini terjadi semakin meluas.
 

Banyak sekali perusahaan makanan international dengan iklan-iklan yang sungguh menipu dan sangat merugikan masyarakat. Iklan minuman kemasan, susu, makanan-makanan super cepat (fast food) adalah konsumsi yang merusak tubuh maupun lingkungan.  Minuman kemasan contohnya, banyak sawah-sawah kering gara-gara air gunung dimonopoli perusahan-perusahaan. Air yang merupakan milik semua mahluk, kini diklaim milik pribadi dan bahkan dimonopoli. Dikuras habis-habisan, dijual demi satu tujuan: keuntungan. Susu pun demikian, rekayasa sapi, sebagaimana telah diajarkan banyak guru SD, bahwa sapi adalah hewan pemakan rumput (herbivora). Namun begitu, keuntungan musti diraup, sapi-sapi itu musti dipaksa memakan zat kimia dan makanan-makanan yang sudah direkayasa agar susunya banyak. Walhasil, susu sapi tersebut tidak lagi menyehatkan. Meski begitu, tetap saja dipromosikan, diperdagangkan, sekali lagi demi keuntungan.
 

Profesor Suhardi turun ke desa-desa. Menggalakkan pentingnya makanan lokal untuk diapresiasi. Sebab makanan lokal adalah ekspresi kebudayaan sebuah masyarakat. Maka berbagai kreasi makanan lokal selalu diadakan olehnya. Saya pernah mengikuti beliau dua kali, di daerah Kaliurang dan Moyudan -Sleman beberapa tahun yang lalu.

Profesor Suhardi dijuluki Profesor Telo. Karena kesederhanaannya. Santun, dan sangat gigih bukan hanya dalam omongan, akan tetapi juga tindakan langsung. Profesor Suhardi sangat agung misi gagasannya dan sangat sederhana. 


Sebagaimana telo sarat dengan gizi dan sangat merakyat. Enak disantap saat sore atau pagi hari bersama teh hangat atau wedang jahe.  “Sruutup. ....” begitu bunyi Profesor Suhardi menyeruput teh secang panas sembari makan telo goreng dalam ingatan saya. Saya merindukan bertemu beliau, seperti dulu beberapa tahun yang lalu.

Slamet Thohari
Mahasiswa Filsafat UGM dan pernah dibimbing
Prof.  Suhardi dalam KKN tahun 2005.
Sedang menyelesaikan Program Master-nya
di Disability Studies (Studi Difabel) di
University of Hawai at Manoa Amerika Serikat.

Ket: Kepada penulis buku biografi, tulisan ini didedikasikan untuk Prof Dr Ir Suhardi atas seizin Mas Slamet Thohari yang masih menyelesaikan pendidikan S2 di AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar